KENDARI,SITUSSULTRA.com-Parlemen Jalanan Sulawesi Tenggara (PJ SULTRA) kembali menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara untuk kedua kalinya pada Selasa 2 Desember 2025 kemarin.
Aksi yang dipimpin langsung oleh Direktur Eksekutif PJ SULTRA, Abd. Haris Nurdin, yang akrab disapa Abdulisme tujuanya dalam rangka mendesak percepatan proses penegakan hukum terkait dugaan kekurangan volume serta dugaan indikasi korupsi dalam sejumlah paket pekerjaan di Dinas PUPR-PKP Kabupaten Konawe.
Dalam orasinya Abdulisme menegaskan bahwa pihaknya secara kelembagaan telah resmi melaporkan kasus ini ke Kejati Sultra, disertai penyerahan alat bukti pendukung berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK T.A 2024 yang menunjukkan adanya dugaan kerugian negara yang signifikan serta praktik pengelolaan proyek yang tidak sesuai ketentuan.
PJ Sultra juga menyoroti temuan BPK melalui LHP T.A 2024 yang mengungkap adanya dugaan kekurangan volume pada 8 paket pekerjaan yang meliputi belanja modal gedung dan bangunan, serta belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan (JIJ) dengan total nilai indikasi kerugian sebesar 1,2 Miliar Rupiah.
Temuan ini merupakan indikasi nyata bahwa telah terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur daerah.
Abdulisme menyebut bahwa angka tersebut tidak mungkin terjadi tanpa adanya kelalaian atau permainan terstruktur, mengingat setiap paket pekerjaan selalu melewati proses pengawasan, pemeriksaan, serta pembayaran bertahap.
Karena itu, PJ SULTRA mendesak Kejati Sultra harus segera memanggil dan memeriksa Kepala Dinas PUPR-PKP Kabupaten Konawe sebagai pengguna anggaran yang paling bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan tersebut.
Selain itu, PJ SULTRA juga menekankan temuan BPK lainnya terkait pekerjaan penanganan long segment jalan Sio Dinar (Wawonggole–Tongauna) Kecamatan Tongauna, yang dikerjakan oleh CV. Intan Pratama Kendari (CV IPK). LHP BPK T.A 2024 mencatat dugaan kekurangan volume dengan nilai mencapai 674 Juta Rupiah.
Kata Abdulisme, atas dasar itulah Kejati Sultra harus memanggil dan memeriksa Kepala Dinas PUPR-PKP Konawe, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta oknum kontraktor dari CV IPK.
“Temuan BPK adalah alat bukti permulaan yang cukup dan sah menurut hukum. Tidak ada alasan bagi Kejati untuk menunda pemanggilan para pihak terkait,” tegas Abdulisme.
Ia menegaskan bahwa temuan LHP BPK bukan sekadar laporan administratif Berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor (UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001), Putusan MA Nomor 21K/Pid.Sus/2009, Pasal 6 ayat (1) huruf a UU BPK.
"Maka setiap temuan kerugian negara yang diidentifikasi oleh BPK merupakan bukti awal yang sah untuk dilakukan penyidikan. Dengan demikian, Kejati Sultra secara hukum sudah memiliki dasar kuat dan kewajiban konstitusional untuk memanggil, memeriksa, dan meningkatkan status penyelidikan ke tingkat penyidikan, hingga menetapkan tersangka,"jelas Abdul.
Abdulisme menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi penegak hukum untuk menunda. Ketika negara dirugikan, maka hukum harus bekerja cepat, tegas, dan tidak boleh tunduk pada intervensi pihak mana pun.
Untuk itu, Abdulisme dengan tegas mengatakan mereka bukan hanya datang membawa suara atau omon-omon, tetapi membawa bukti. Dua LHP BPK sudah kami serahkan serta membuat laporan secara kelembagaan.
"Jika Kejati Sultra tidak merespons dengan serius, maka kami menilai ada persoalan integritas di lembaga ini," terangnya.
Sebagai bentuk konsistensi gerakan, Abdulisme menyampaikan bahwa PJ SULTRA akan kembali menggelar aksi demonstrasi pekan depan di depan Kejati Sultra jika belum ada langkah tegas berupa peningkatan status perkara atau penetapan tersangka terhadap Kepala Dinas PUPR-PKP Kabupaten Konawe serta unsur pimpinan kontraktor CV Intan Pratama Kendari (CV IPK).
“Kami tidak akan berhenti. Kami akan kembali, dan akan terus kembali, sampai korupsi ini dibongkar dan para pelakunya ditetapkan sebagai tersangka. Ini komitmen kami sebagai Parlemen Jalanan,” tutup Abdulisme.(rl)
Laporan : Tim



